SAKSI BISU ( Bagian
Kedua )
Lama dia duduk sambil menangis,
tidak tau lagi apa yang harus dia lakukan. Permohonanya kepada Kepala Sekolah
itu juga tak kunjung ada jawaban. Bukan sekali dua kali dia meng - iba
kepadanya, tapi penolakan demi penolakan yang dia hadapi. Ibunya yang
mengorbankan waktunya mengais rizki untuk kelurganya di ladang-ladang orang , mendatangi rumah kepala sekolah demi si buah hatinya itu juga gagal.
Kalo di pikir-pikir, memang uang
SPP di tambah administrasi ujian akhir
yang cuma beberapa bulan menunggak itu tak seberapa, tapi itu merupakan nilai
nominal bagi dia dan keluarganya sangat besar. Ayahnya juga sudah tua dan sakit-sakitan itu,
hanya bisa ikut merasakan kesedihan yang mendalam atas peristiwa ini. Jangankan
untuk membayar SPP itu, untuk beli obat sakit nafasnya yang sudah lama menjangkitinya
saja, kelabakan. Dia hanya bisa berbaring di tempat tidur yang sudah seabad
umurnya.
Ibunya, yang sudah menjadi kepala
rumah tangga, mengatur urusan keluarga, mencari nafkah untuk anak-anaknya dan
suaminya, memasak untuk mereka, juga bingung. Dia juga sudah
menghubungi anak2nya yang sudah kerja, dia juga sudah berusaha untuk gali
lobang tetangga kanan kirinya, walau harus menahan malu; karena lobang-lobang yang dia gali sebelumnya belum tertutupi juga
masih nihil. Sementara even kali ini adalah penentuan masa depan untuk si buah
hatinya.
Hampir-hampir saja ibunya pingsan
di tengah jalan sewaktu pulang dengan tangan kosong sambil menangis. Dia langsung
istirahat di kamar karena sudah buntu jalan pikirannya dengan masalah ini.Dia
rebahkan tubuhnya, dia pejamkan matanya, dia tenangkan pikirannya, tapi semua
itu sia-sia. Selalu terlintas bayang bayang anaknya yang sudah pergi dengan
seragamnya, tapi kemungkinan besar dia tidak di ijinkan masuk ke kelas.
Dia juga tidak bisa membayangkan
, apa yang akan di lakukan si buah hatinya di sekolah itu,merasakan sedih, meng-iba kepada guru, menahan malu dari
pandangan teman-temannya, atau mungkin dia merasa kecewa kepada orang tuanya,
karena ternyata orang tuanya tidak bisa membantunya dalam hal ini. Padahal, ini
adalah moment yang penting baginya.
. Diapun juga
tidak tahu nasib sibuah hati yang sudah berangkat ke sekolah tanpa seijinnya. lalu, dia adukan semua keluh kesah ini kepada
Allah,dan Tak henti-hentinya dia panjatkan do’a dengan tulus kepada-Nya.
Di sekolah..........( bersambung )
sedih mas ceritanya.... *lap air mata...
BalasHapusini pengalaman waktu kecil bukan?
Ya, pengalamanya waktu kecil.....
Hapus:(
BalasHapushemmmmmmmmmmmmmmmmmmm
BalasHapusada apa sol, kepedesan ya......
BalasHapus